Jumat, 16 Januari 2015

SULITNYA MENONTON SEPAKBOLA DI TV AFRIKA


SULITNYA MENONTON SEPAKBOLA DI TV AFRIKA

Sumber : bejadmicko.heck.in

Angin malam berhembus begitu kuat menerobos dinding kokoh Stadion Municipal, Kota Khartoum, Sudan. Meski matahari telah terbenam di ufuk barat, hawa hangat masih mendominasi. Maklum, di Khartoum, hujan baru turun pada Juli.

Apalagi, pada 1970 dan 1980-an, kondisi cuaca tak menentu. Ditambah jumlah pengungsi konflik dari Chad, Ethiophia, dan Uganda, serta kondisi politik di Sudan yang tengah digoyang kudeta, membuat suasana Khartoum lebih hangat dari biasanya.

Malam itu, atau tepatnya pada 6 Februari 1970, Piala Afrika digelar untuk ketujuh kalinya. Untuk pertama kalinya pula, Piala Afrika disiarkan langsung oleh stasiun televisi.

Sayangnya, tak semua masyarakat di Afrika bisa menyaksikan gelaran akbar tersebut. Pada masa itu, televisi bukanlah barang yang jamak ditemukan di pasar-pasar. Televisi adalah barang mewah yang hanya dimiliki kalangan tertentu. Kalaupun ada, ukuran tabungnya akan jauh lebih besar ketimbang layarnya.

Edisi ke-29 Piala Afrika pun digelar di Afrika Selatan pada 2013. Ironisnya, 43 tahun setelah siaran pertama Piala Afrika mengudara, tak semua masyarakat Afrika bisa menyaksikan gelaran dua tahunan tersebut.

Televisi memang sudah menjamur, ukurannya pun hampir setipis nurani pelaku rasisme, dan beratnya jauh lebih ringan ketimbang senapan tembak jarak jauh.

Memang, saat ini masyarakat Afrika sudah mampu membeli televisi,tapi berlangganan tv berbayar bukanlah sebuah kebiasaan. Untuk apa membayar sejumlah uang untuk menonton sepakbola, tapi untuk asupan nutrisi saja sulit terpenuhi?

Masyarakat Afrika, terutama Afrika Tengah, Afrika Timur, dan Afrika Barat, masih mengandalkan siaran gratis atau free to air untuk menyaksikan pertandingan sepakbola berlisensi macam Piala Afrika. Dengan rata-rata nilai produk domestik bruto (PDB) yang di bawah 1.500 dolar per kapita, bergantung pada kemurahan hati para pemilik televisi adalah sebuah pilihan yang realistis.

Hak Siar Terlalu Mahal

Penggemar sepabola di Zimbabwe dibuat kecewa karena tak bisa menyaksikan pertandingan Piala Afrika 2012. Pasalnya, televisi nasional mereka tak sanggup membeli hak siar yang dianggap terlalu mahal sekitar 600 ribu dolar. Padahal, pertandingan pembuka akan diadakan pada esok hari (21 Januari 2012) Nyatanya, bukan hanya televisi nasional Zimbabwe yang meradang, tapi sejumlah stasiun televisi di Afrika pun menolak membayar besaran hak siar tersebut. Pasalnya, nilai hak siar Piala Dunia 2010 dianggap jauh lebih murah atau sekitar 150 ribu dolar. Mereka pun menuntut agensi pemegang hak siar Piala Afrika, SportFive, untuk menurunkan harga.

Kepada Newsday.co.zw, Humas Televisi Nasional Zimbabwe (ZBC), Sivukile Simango, menilai angka yang ditawarkan terlalu tinggi, sulit untuk digapai.

"Kami membayar 150 ribu dolar untuk hak siar Piala Dunia, mengapa turnamen Afrika dihargai selangit? Kami pikir nilai ini terlalu tinggi. Berapa banyak stasiun penyiaran di Afrika yang mampu membayar sejumlah tersebut?"



Bagi yang memiliki uang lebih, tentu tak perlu khawatir karena tv satelit SuperSport akan menyiarkan Piala Afrika dan Piala Eropa 2012. Tentu saja, semuanya akan hadir dalam resolusi tinggi (HD).

Dengan tidak disiarkannya secara free to air, maka pagelaran Piala Afrika menjadi rejeki nomplok bagi pengelola stasiun televisi berbayar. Mau tak mau, jika penggemar sudah kepepet dan tak kuat mengelola hasrat menyaksikan negaranya bertanding, mereka pasti berlangganan.

Sementara itu, penggemar sepakbola di Zimbabwe tak akan terlalu khawatir, toh negara mereka tak berlaga di Piala Afrika 2012.Sebaliknya terjadi di Bostwana. Debut mereka di ajang bergengsi se-antero Afrika tersebut tak disiarkan tv nasional. Lebih parah lagi, Bostwana tak memiliki akses ke tv satelit.

Meretas Siaran

Mulai tahun 2012, penyelenggaraan Piala Afrika digelar pada tahun ganjil. Ini dilakukan agar tidak bertabrakan dengan jadwal Piala Dunia atau juga Piala Eropa. Maka, untuk edisi selanjutnya,dimulai pada 2013 dan terus berulang dua tahun kemudian.

Bisa dibilang, penyelenggaraan Piala Afrika 2013 adalah yang paling megah dan meriah. Pasalnya, Afrika Selatan menggunakan lima stadion yang juga digunakan untuk Piala Dunia 2010. Selain itu, terdapat 16 negara partisipan atau terbanyak selama 29 edisi penyelenggaraan.
Lagi-lagi, masalah hak siar kembali mencuat. SportFive belum menyerah untuk menawarkanharga diskon 600 ribu dolar. Kali ini, mereka bekerjasama dengan LC2 Afnex, sebagai tim marketing distributor siaran di Afrika. Sejumlah stasiun televisi pun kembali menolak membayar sejumlah yang dipatok.

Konfederasi Sepakbola Afrika, CAF, menjual hak siar turnamen besar di Afrika seperti Piala Afrika, Afrikan Nations Championship (CHAN), Liga Champions Afrika, Piala Konfederasi Afrika, Piala Super Afrika, hingga Piala Afrika U-20, ke SportFive.

Karena nilai hak siar yang dianggap terlalu tinggi untuk ukuran Afrika, sejumlah kelompok pun mencoba lebih "kreatif". Mereka meretas transmisi siaran dan menjualnya kepada sejumlah stasiun televisi dan radio dengan harga yang lebih murah.

Perwakilan LC2 Afnex mengungkapkanterdapat sejumlah kelompok yang menjual siaran Piala Afrika secara ilegal. Pihak Afnex sendiri telah memiliki rencana untuk mengajukan gugatan hukum bagi para pelanggar.

Para peretas sendiri melakukannya dengan cara yang terbilang canggih. Siaran Piala Afrika secara teknis tidak dilakukan oleh SportFive, karena mereka hanya mendistribusikan bagi stasiun televisi pemegang hak siar.



Piala Afrika 2013 misalnya. SportFive mempercayakan teknis siaran dilakukan oleh stasiun televisi Afrika Selatan, SABC. Mereka yang bertanggung jawab atas penempatan kamera, pengambilan gambar, menentukan gambar yang akan muncul, dan segala hal teknis lainnya.

Beberapa detik kemudian, SABC mengirimkannya lewat satelit yang telah ditentukan SportFive. Di sinilah peretasan itu bermula. Transmisi siaran yang dikirimkan, dibajak dan dialihkan ke satelit lain.

Kepada sport24.co.za, Kepala Bagian Siaran Olahraga SABC, Sizwe Nzimande, mengungkapkan apa yang dilakukan para peretas, sama seperti halnya meretas program komputer.

"Mereka mengirim transmisi siaran tersebut ke satelit lain, untuk dikirim kembali ke tower penerima. Teknologi seperti ini terbilang canggih, tapi aksesnya sudah tersedia," kata Nzimande. CAF pun mencoba menjaga transmisi mereka dengan menggunakan kode akses yang bisa berubah secara berkala. Sayangnya, para peretas jauh lebih cerdas. Mereka telah mengantisipasi hal tersebut, dan dengan leluasa bisa mengirim transmisi siaran ke tower miliknya.

Meski tak mendapatkan izin resmi, toh lembaga penyiaran publik Botswana, BTV, turut menyiarkan pertandingan Piala Afrika 2012. Kompetisi yang digelar di Gabon dan Ekuatorial Guiena tersebut dikabarkan disiarkan lewat siaran yang telah diretas.

Tunduk pada Harga Pasar

Ajang Piala Afrika 2013 menjadi momen bersejarah bagi Nigeria. Meski rutin berlaga di Piala Dunia sebagai wakil Afrika, toh Nigeria masih kesulitan bersaing. Satu-satunya cara untuk unjuk kekuatan adalah dengan berjaya di Piala Afrika.

Sayangnya, CAF malah memberikan hak siar kepada SportFive yang berbasis di Prancis. Karena nilai yang tinggi pulalah, tak banyak perusahaan siaran televisi lokal di Afrika yang mampu membeli hak siar. Ini pula yang membuat Pemerintah Nigeria, lewat lembaga penyiarannya geram.

Jika dibandingkan dengan negara Afrika lain, kondisi finansial Nigeria bisa disebut lebih sehat. Meski tengah diguncang oleh kelompok separatis, Boko Haram, total penerimaan domestik bruto (PDB) Nigeria terbilang besar sekitar 522,2 juta dolar. Sementara PDB per kapita ada di angka 3.010 dollar, atau di bawah Maroko (3.109 USD).

Melihat fanatisme serta kondisi finansial yang sehat, SportFive lewat LC2 Afnex menawarkan hak siar Piala Afrika sebesar enam juta dolar. Sepuluh kali lipat lebih tinggi ketimbang yang ditawarkan pada Zimbabwe.

Organisasi Siaran Nasional Nigeria, BON (Broadcasting Organisations of Nigeria), menganggap tawaran tersebut bagai angin lalu. Dengan nilai yang tidak realistis tersebut, mereka merasa tengah diperalat dan dipermainkan.

BON pun membuat keputusan besar. Mereka tak akan menyiarkan seluruh pertandingan Piala Afrika 2013. BON beralasan, nilai hak siar Piala Afrika 2012 saja, ada di kisaran 1,5 juta dolar Amerika. Mengapa nilai tersebut naik empat kali lipat hanya dalam jangka waktu satu tahun?

Tidak sedikit masyarakat Nigeria yang kecewa, pasalnya penampilan timnas Nigeria tengah berada dalam kondisi prima.

CAF lantas menyela BON karena menelantarkan jutaan mata warga Nigeria yang ingin menyaksikan Piala Afrika 2013. Sekjen CAF, Hicham El Amrani, mengungkapkan Nigeria mengajukan penawaran yang sangat kecil untuk pertandingan elit di benua tersebut. El Amrani membandingkan dengan nilai yang BON bayar untuk mendapatkan hak siar Liga Inggris dan Eropa.

Karena tak membayar, Nigeria pun tidak diperkenankan untuk menyiarkan Piala Afrika 2013 di tv terestrial. BON sebenarnya telah mengajukan penawaran yang terbilang besar: 1,5 juta dollar. Namun, LC2-Afnexmeminta bayaran 4,5 juta euro.

CAF tak bisa berbuat banyak.Di satu sisi mereka ingin luas cakupan siaran Piala Afrika terus meningkat. Di sisi lain, mereka harus menghormati hukum pasar dalam menentukan nilai hak siar.

"Kami tak bisa menjual pada seseorang yang ingin membeli 20 kali lebih murah dari harga biasanya. Kami tak bisa bertahan jika tak mampu menjaga nilai minimun atas hak siar kami," tutur El Amrani. "Kami telah melihat progres yang stabil di Piala Afrika dalam beberapa tahun terakhir. Ini karena kami mampu mempertahankan diri, dan kuat secara finansial."

Menjalani kompetisi dengan optimisme tinggi, timnas Nigeria pun tampil di final. Benar, jutaan warga Nigeria tak bisa menyaksikan timnasnya bermain di final ajang paling bergengsi se benua Afrika. BON pun didesak untuk melakukan kesepakatan lebih lanjut.

Akhirnya, partai final Piala Afrika 2013 disiarkan di Nigeria. Atas dasar nasionalisme, BON pun menyiarkannya secara free to air. Ending-nya pun klimaks: Nigeria merengkuh gelar juara untuk ketiga kalinya.

Problem Sepakbola sebagai Permainan Semua Anak Bangsa

Melihat bagaimana masyarakat di Afrika kesulitan untuk menyaksikan timnasnya berlaga di ajang tertinggi di benua tersebut, adalah hal yang ironis. CAF selaku konfederasi yang bertanggung jawab atas kondisi sepakbola di Afrika, malah mementingkan bisnis ketimbang memudahkan masyarakat Afrika menonton siaran.

Untuk Piala Afrika 2015, stasiun televisi berlangganan, SuperSport, menjadi pemegang hak siar babak kualifikasi. Stasiun yang berbasis di Afrika Selatan tersebut telah menyiarkan Liga Inggris sejak 1988. Kali ini, mereka akan menyiarkan 50 pertandingan kualifikasi yang dihelat pada 5 September hingga 19 November mendatang.
Namun, tak semua pemilik uang berlebih bisa menyaksikan siaran sepakbola di Afrika. Di Afrika, akan jauh lebih sulit menemukan penyedia tv satelit.Mereka hanya hadir di kota-kota besar dengan potensi pendapatan yang tinggi.

Bagi Botswana, yang mengandalkan stasiun televisi yang didanai pemerintah, siaran Piala Afrika adalah barang mewah. Sebanyak 2/3 pertandingan Botswana akan disiarkan tv berlangganan, SuperSport. Namun, untuk menyaksikannya secara gratis, mereka harus lebih bersabar.

Masyarakat Botswana hampir pasti tak akan bisa menyaksikan pertandingan tandang. Pasalnya, negara penyelenggara partai kandang biasanya memungut bayaran jika pertandingan ingin disiarkan di BTV. Suatu hal yang tampaknya tak akan pernah terealisasi.



Menjadi seorang Afrika memang tak menyenangkan. Mereka kerap mendapat diskriminasi seperti penghinaan rasial, labelling sebagai kaum pemberontak yang doyan membuat instabilitas politik di negaranya, hingga hal “sepele” seperti menonton sepakbola sekalipun.

12 Februari 2012 menjadi momen yang mengharukan bagi Zambia. Mereka menjadi juara Piala Afrika 2012 setelah menang atas Pantai Gading lewat drama adu penalti.

Namun, yang paling mengharukan, mereka melakukannya di Stade d’Angondje, yang terletak di Libreville, Gabon. Sekitar 800 meter dari tragedi kecelakaan pesawat yang merenggut nyawa 18 penggawa timnas Zambia, tujuh ofisial, dan lima kru pesawat.

Melihat masyarakat Afrika tak bisa menyaksikan timnasnya bermain di kompetisi bergengsi, adalah hal yang jauh lebih mengharukan, karena hal ini akan terus berulang setiap tahunnya.

Ironi yang menyedihkan. Sebagai benua yang tak pernah berhenti memasok pemain-pemain top yang berlaga di klub-klub besar di Eropa, Afrika justru mengalami kesulitan menikmati laga-laga tim nasional mereka. Padahal, itulah momen di mana mereka bisa menikmati dan menghayati kehebatan pemain-pemain andalan mereka saat membela panji-panji negaranya.



====

*ditulis oleh @aditz92 dari @pandifo
otball

MY PROFILE

  • NAMA                                         :              FADIL JATMIKO
  • TEMPAT, TANGGAL LAHIR      :              03 JULI 1997
  • ALAMAT                                     :              DESA KUWARU RT 02/01
  • JENIS KELAMIN                        :              LAKI-LAKI
  • KEWARGANEGARAAN            :              INDONESIA
  • MOBILE                                      :              083862200878
  • CITA-CITA                                  :              WIRAUSAHAWAN
  • EMAIL                                         :              Fadiljatmiko@yahoo.co.id
  • GMAIL                                         :              Fadiljatmiko@gmail.com
  • FACEBOOK                                :              http://facebook.com/fadil.saja.397
  • TWITTER ACCOUNT                :              @BejadMicko