Minggu, 23 Oktober 2016

SULETE TONGGO KATHON LUWIH IJO LAN SEGER..


   Dalam sebuah pengajian di pondok pesantren tepatnya d magelang, seorang jama'ah bertanya pada kyai....
“Jika kita melihat negara lain di luar, kelihatannya lebih maju dan lebih makmur daripada kita. Padahal tidak ada ulama dan mereka tidak menerapkan islam dalam kesehariannya. Bagaimana pandangan pak kyai tentang hal ini?”

   Pak kyai balik bertanya, “Contone negoro sing luwih maju seko negorone awake dewe ki sing endi?”
“Amerika pak kyai” jawab jama'ah
Pk Kyai :“Amerika sing luwih maju opone?”
Jama’ah pun tertawa semua.

   Pak kyai melanjutkan, “Tak kandani yo, nang amerika kui kelas professor ki hp-ne nokia lawas. Nek awak dewe tukang batu wis duwe smartphone. Aku ra ngerti amerika kok d arani luwih maju ki apane?. Daya beli mereka rendah. Mereka gajinya besar tapi barang mahal. Nang kene ra duwe gaji wae wani rabi.
Indonesia daya belinya dahsyat. Nek ra percoyo njajal nang Singapura. Nek ono toko koq sing blonjo wong Indonesia, regane diundakno. Nang mekkah, nang Vietnam, awake dewe blonjo mesti regane diundakke, soale mereka menganggap semua orang Indonesia kaya. Amerika apane sing luwih maju?
Neng jepang ora iso wong biasa tuku motor. Nang kene modal 500 ewu motor diter-terke tekan ngomah. Nang Jepang angel golek konco ro tonggo, opo meneh nek kulitmu warnane bedo, nang kene sangger jeh apal Pancasila, kuwi koncomu kabeh, kuwi sedulurmu kabeh. Opone sing luwih maju?
Nang kene kowe ndelok liga inggris, liga spanyol, liga champion sak karepmu. Nang inggris kowe kudu mbayar, malah ono sing inden ngasik telung sasi ming arep ndelok bal-balan. Ko ngono luwih maju?
Kowe nang Malaysia, nang Vietnam, nang Thailand, nginepo nang hotel po losmen. Jam rolas mbengi metuo, golekko mie rebus, golekko udud, golekko kopi. Ra bakalan ono, jam malam wis do tutup kabeh, ra oleh wong metu. Nang kene sak ayah2 ono wong dodol. Opone sing luwih maju?
Nang Magelang kene ono pirang macem sambel. Pendak warung bedo. Panganane? Macem2, ngasik mumet ndasmu lek mikir. Nang Eropa kono, seko pucuk lor Norwegia tekan pucuk kidul Spanyol badogane podo. Ngono kuwi luwih maju?

   Nang Chino, kowe gawe anak ming oleh siji thok. Punjul seko siji dicekel diinterogasi pemerintah. Nang kene omah jeh ngontrak pendak dino gawe anak. Ngendi negoro sing luwih maju?
Seluruh dunia, yang bisa mensyukuri keberadaan daun pisang ming wong Jowo. Godong gedang isoh dadi pincuk, dadi takin, dadi suru, dadi lontong, lemper. Di saat negara lain berlomba membuat produk bungkus makanan ramah lingkungan, wong Jowo wis ket jaman kuno lawu nggawe produk kuwi.
Aku nek pas dolan luar negeri rung tau nemoni biting. Onone ming staples. Loh mbok kiro biting ki gampang. Mbiyen butuh beratus tahun nggo nemokke biting. Saiki gampang ming geri niru. Ming seko biting we iso dadi industri besar. Negoro ngendi sing luwih maju?
Awake dewe ki negoro sing paling disayang Gusti Allah, rasah minder. Kemajuan mereka hanya kemajuan semu.”

Jumat, 05 Juni 2015

Mesut Ozil Jadi Duta Sosial Sepakbola Jerman

Bola.net- Gelandang Arsenal asal Jerman, Mesut Ozil terpilih sebagai duta sepakbola Jerman untuk aktivitas-aktivitas sosial negaranya. Untuk diketahui, penghargaan ini merupakan hasil jajak pendapat dari para suporter dan langsung diserahkan oleh Menteri Luar Negeri Jerman. Bukan hanya itu, penghargaan ini juga mendapatkan dukungan dari mantan pesepakbola terkenal Jerman lain seperti Jurgen Klinsmann dan juga Thomas Hitzlsperger. Bagi Ozil sendiri, penghargaan sosial ini bukanlah yang pertama. Pada November 2014 lalu, Ozil juga mendapatkan penghargaan Laureus Sport of Good karena sumbangan kepada anak-anak Brasil untuk biaya operasi yang ia berikan usai gelaran Piala Dunia. "Tujuan saya adalah untuk membantu anak-anak sebanyak mungkin," ujar Ozil. "Tujuan utama adalah bahwa anda memberikan masa depan yang positif kepada anak-anak. Ada banyak anak-anak di luar sana yang benar-benar hampir tidak bisa menikmati hidup. Tujuan kami adalah hanya untuk membuat hidup mereka sedikit lebih baik," tandasnya.

Minggu, 17 Mei 2015

Para Penggali Kubur

By Marini Anggitya,
44130219112621-cemetery-vienna-central-cemetery-horizontal-gallery.jpg

Waktu kecil dulu aku selalu ngeri kalau harus berdekatan dengan kuburan. Pikirku, tempat itu penuh dengan makhluk berwajah seram berambut panjang nan kusut yang gemar muncul tiba-tiba dan mengeluarkan suara tawa yang sama sekali tak membuatku ingin tertawa. Makanya, setiap kali melintasi kuburan yang celakanya menjadi satu-satunya akses untuk sampai ke rumah, aku selalu memalingkan wajah. Ke mana saja, yang penting tak ke arah batu nisan yang tertancap seadanya itu.

Tapi ada seorang teman yang belakangan baru aku ketahui ternyata mengakrabi kuburan sejak kecil. Lewat tulisannya ia menjelaskan kalau kuburan selalu dianggapnya sebagai kompensasi perasaan asing tinggal di kampung orang. Maklum, ia dan keluarganya adalah perantau. Barangkali baginya kuburan adalah bukti tentang masa lalu. Gundukan tanah yang menutupi tubuh yang tak lagi bernyawa bahkan tak berbentuk itu menjadi semacam catatan sejarah kalau orang yang dikubur di sana pernah hidup bahkan mengerjakan ini dan itu. Kaveling dua kali satu meter itu juga menjadi semacam peringatan kalau selalu ada yang bisa dimulai setelah lara yang tak tertanggung itu berakhir.
Teman yang sama ini pulalah yang memperkenalkanku kepada sebuah esai yang berkisah tentang seorang penggali kuburan yang ditulis oleh Jimmy Breslin. Esai yang jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berjudul “Ini Sebuah Kehormatan” ini berkisah tentang Clifton Pollard yang diberikan tugas untuk menggali liang lahat di hari Minggu pagi. Namun berbeda dengan liang lahat yang pernah ia gali, orang yang akan berbaring di sini bukanlah orang sembarangan. Namanya, John Fitzgerald Kennedy. Ia adalah presiden Amerika Serikat yang mati ditembak dalam kunjungan politiknya.

”Sekarang ia akan datang ke sini dan berbaring di liang lahat yang saya gali. Kau tahu, ini benar-benar sebuah kehormatan buat saya, mengerjakan semua ini.”Pollard berbicara seperti itu kepada John Metzler, yang tampaknya adalah seorang petugas area pemakaman yang mengabarkan Pollard akan tugas mendadaknya itu. Bukan kalimat yang puitis, tapi secara ajaib menjadi antinomi stereotip yang selalu dilekatkan dengan kuburan. Kuburan ternyata tak melulu berbicara tentang hal-hal yang mengerikan, tak selalu mengingatkan tentang tragedi – karena toh Pollard sudah membuktikan kalau kuburan juga bisa berarti kehormatan.


Satu dua hari ini aku mendengar kisah lain tentang mereka yang disebut-sebut sedang menggali kuburan. Ceritanya bermula Kamis malam (16/4/2015) yang lalu saat berlangsung diskusi yang membicarakan masa depan sepak bola Indonesia dan Persebaya di stasiun televisi lokal bernama SBO TV. Diskusi ini dihentikan di tengah jalan secara paksa lewat aksi kekerasan yang ditujukan pada waktu itu juga kepada salah satu narasumber yang mewakili pihak Persebaya 1927.
Menyikapi kejadian ini, Bonek Persebaya 1927 pada akhirnya menyatakan perlawanan tegas yang diawali dengan pernyataan tertulis. Bagi mereka, sama seperti yang ditulis oleh Andie Peci dalam pernyataan tertulis itu, aksi penyerangan tak jantan tadi semakin membuktikan bagaimana mafia dan premanisme telah dengan lancangnya mengangkangi sepak bola Indonesia.

Bagi Bonek Persebaya 1927, perlawanan ini bukan sekadar melawan ormas-ormas semimiliter tetapi perlawanan terhadap siapa-siapa yang melecehkan sejarah panjang PSSI itu sendiri. Bagi mereka yang mengawal Persebaya 1927 itu, perlawanan ini bukan sekadar melawan orang-orang berseragam loreng, tetapi juga melawan siapapun yang berusaha merampas budaya sepak bola dan menggantikannya dengan pembenaran atas kepengecutan. Dalam pernyataan itu ditulis, apa yang dilakukan gerombolan ormas tadi sama sekali tak sejalan dengan budaya tribun yang kerap diusung oleh sepak bola. Budaya tribun memang budaya yang keras dan kasar, namun ia tak menjadikanmu pengecut. Datanglah ke stadion, selesaikan semuanya di sana, bahkan bertarunglah secara jantan kalau memang diperlukan. Budaya tribun akan membuatmu pulang dengan lebam dan koyak di sekujur tubuh - tapi kalau kau menang, kau menang dengan terhormat – kalau kau kalah, kau kalah dengan terhormat.

Mereka menolak berunding dengan maling yang telah merampok rumahnya. Mereka mendukung pembekuan PSSI oleh pemerintah. Sebuah bentuk perlawanan yang juga dianggap tak jauh berbeda dengan menggali kuburan bagi sepak bola itu sendiri. Katanya, dukungan mereka terhadap pembekuan PSSI sama saja dengan tidak memikirkan nasib para pesepak bola, pelatih dan siapapun yang hidupnya bergantung pada sepak bola negeri ini.
Namun yang menjadi pertanyaan, benarkah sepak bola Indonesia yang seperti ini sungguh tidak layak dikubur? Apakah sepak bola dengan segala kebusukan, kebebalan, kerakusan dan kepengecutannya adalah perihal yang pantas untuk dibiarkan hidup? Bagaimana jika sepak bola yang seperti ini memang sudah layak dikubur karena ia memang sudah mati? Bagaimana jika ini memang waktunya untuk melahirkan dan merawat sepak bola yang benar-benar bermartabat dan terhormat?

Terdengar naïf memang, namun yang membuat kuburan tidak menjadi perihal menyeramkan di mata temanku itu adalah karena ia tahu bahwa di balik segala sesuatu yang tak bisa lagi ditanggung, ada awal yang bisa dimulai.

Pekerjaan sebagai penggali kubur bukanlah pekerjaan yang diminati oleh banyak orang - barangkali pekerjaan ini adalah pekerjaan orang-orang yang tersingkirkan dari persaingan bursa kerja. Dalam esai itu Breslin menjelaskan bahwa atas pekerjaannya, Pollard berhak menerima upah sebesar USD 3,01 per jam yang bila dirupiahkan akan setara dengan Rp 38.513,-. Dan ingatlah pula kalau ia seorang penggali kuburan yang hanya akan bekerja jika ada orang yang meninggal. Namun yang menjadikan pekerjaan Pollard pada hari itu bukan sekadar menggali kuburan tetapi juga membangun kehormatan adalah karena ia paham orang seperti apa yang dibaringkan di sana.

Orang-orang yang katanya sedang menggali kuburan itupun adalah orang-orang yang terpinggirkan. Mereka pun tidak sedang mempersiapkan liang lahat untuk seorang John Fitzgerald Kennedy. Tapi jika perlawanan yang mereka lakukan benar-benar perlawanan yang dilakukan dengan sebaik-baiknya dan dengan sehormat-hormatnya, aku pikir mereka juga paham tentang apa yang sedang mereka kubur dan apa yang harus segera mereka mulai.

Menyederhanakan (Kembali) Sepakbola Indonesia

By Bolatotal,

Oleh : Aun Rahman

Jika ada yang bertanya kepada saya mana yang lebih bagus, tesis saya atau semua artikel sepakbola yang sudah pernah saya buat, maka saya akan dengan cepat menjawab, bahkan mungkin dengan lantang, bahwa tulisan-tulisan saya yang beredar di panel olahraga online lah yang terbaik.
Mengapa saya akan memeberikan Jawaban demikan? Hal tersebut dikarenakan, semua artikel sepakbola yang pernah saya kerjakan dapat dinikmati banyak orang, akses untuk membacanya pun tidak terlalu sulit. (Harapan saya) setiap tulisannya dapat menjangkau setiap kalangan, mulai dari yang biasa nongkrong di retail kopi elit asal Amerika Serikat sampai dengan warung kopi di perempatan jalan.
Sementara tesis atau karya ilmiah saya, lebih terbatas. Bukan hanya dari ide pokoknya hanya bisa dipahami kalangan yang memang sama-sama mendalami ilmu dan pengetahuan yang saya dalami. Tetapi juga tujuan utamanya adalah untuk memenuhi syarat penyelesaian tingkat pendidikan saya. Dari segi akses tentunya lebih sulit, karena hard copy-nya tersimpan di perpustakaan kampus saya, yang mana tidak setiap orang bisa dengan mudah membacanya.

Padahal idealnya bahkan seharusnya, setiap karya ilmiah atau tesis tujuan besarnya adalah untuk manfaat bagi orang banyak, bagi masyarakat sekitar, bagi negara.
Hal itu mungkin yang terjadi saat ini di sepakbola Indonesia. Sepakbola negeri ini sudah lama sekali agak sulit dinikmati seluruh warganya. Mulai dari yg sederhana saja. secara praktis lapangan sepakbola di Indonesia memiliki biaya sewa yang cukup mahal, adapun ruang publik yang disediakan untuk bermain sepakbola terhitung sedikit bahkan ruang tersebut bukan untuk bermain sepakbola, tetapi untuk bermain futsal ataupun mini soccer.
Belum lagi tiket menonton pertandingan yang fluktuatif, lalu siaran pertandingan yang hanya menyiarkan tim-tim tertentu. Dan yang paling krusial, salah satu tanda bahwa sepakbola Indonesia hanya dapat dinikmati oleh pihak-pihak tertentu adalah, sepak terjang asosiasi sepakbola tanah air tercinta yaitu PSSI.

Dalam hampir beberapa pekan terakhir, kita dihangatkan dengan isu-isu terkait pembekuan asosiasi sepakbola negara kita ini. Ada yang pro ada yang kontra, masing-masing memilki alasan kuat untuk berdiri di sisi pilihannya. Saya tidak akan membahas tentang kronologisnya karena sudah banyak sekali diulas di media online ataupun cetak. Dan tentunya saya tidak akan membahas mengenai pernyataan salah satu komite eksekutif PSSI yang menyebutkan bahwa pembekuan asosiasi sepakbola negara kita akan berpengaruh kepada akan sulitnya kita untuk mendapatkan tayangan sepakbola Eropa. Jadi mari kita mulai dengan beberapa pertanyaan sederhana.
“Berapa banyak rakyat Indonesia yang mengetahui kalau PSSI adalah organisasi non-pemerintah?”
“Berapa banyak rakyat Indonesia yang mengetahui bahwa sumber dana PSSI berasal dari sponsor, bukan dari uang negara/APBN?”

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin hanya diketahui oleh sebagian rakyat Indonesia saja, bahkan hanya kalangan-kalangan tertentu. Padahal dari singkatan saja kata terakhir dari PSSI adalah INDONESIA, bukan kata lain yang merujuk golongan atau kelompok tertentu.
Maka akan menjadi sangat wajar ketika Kementerian Olahraga Republik Indonesia memutuskan untuk melakukan pembekuan terhadap PSSI, karena ada kata ‘Indonesia’ yang membuat organisasi ini menjadi bagian dari negara yang berdaulat. Walaupun di sisi lain PSSI tetap bersikeras bahwa mereka berada di bawah kedaulatan FIFA.

Jargon Football for Everyone yang didengungkan oleh FIFA sendiri menunjukan bahwa sepakbola bersifat universal, untuk semua kalangan. Termasuk sepakbola Indonesia yang seharusnya bisa lebih transparan dan dapat dinikmati semua kalangan. Dan yang lebih penting lagi, sepakbola Indonesia harusnya memberikan kesenangan bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya sebagian kecil kelompok saja.
Sepakbola memberikan kesenangan bagi setiap orang, merupakan sesuatu yang sederhana bukan?

Foto: Tempo.co

Selasa, 03 Maret 2015

Empat Kompetisi Amatir Akan Digelar Oleh PSSI

By Bolatotal
 
 
85NEA vs Persibo 1949.jpg

Ditengah polemik kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2015 yang mengalami penundaan hingga 4 April 2015 mendatang, kompetisi-kompetisi Amatir akan kembali digelar sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.

Tidak seperti di tahun sebelumnya yang hanya menggelar dua kompetisi amatir saja (Piala Nusantara dan Piala Soeratin), untuk tahun 2015 ini PSSI melalui Departemen Kompetisi akan menggelar empat kompetisi sekaligus, yakni Liga Nusantara, Piala Soeratin, Piala U-15 dan Pertiwi Cup.

Rencana ini mendapat tanggapan yang positif dari Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) Jawa Tengah, Johar Lin Eng. Seperti dikutip situs resmi PSSI, Johar berkata, "Sebetulnya semakin banyak event, semakin menarik. Karena imbasnya juga ke pembinaan dan sebagai jenjang menuju kompetisi profesional. Tapi di satu sisi ada kendala juga,".

Ia menambahkan, "Karena kompetisi amatir babak pendahuluan dilakukan di Asprov, kendala biasanya dari hal keuangan. Tiap Asprov belum tentu mendapat kucuran dana dari pemerintah setempat untuk menggelar kompetisi amatir,”.

Kompetisi amatir pada tahun 2014 dinilai Johar sudah memiliki konsep yang bagus, meski masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi.

"Untuk kompetisi amatir kita semua berharap dapat bergulir tepat waktu dan tanpa kendala. Contoh di Asprov Jateng, kita akan menggulirkan Liga Nusantara mulai 1 April mendatang," tukas Johar.  


Oleh   : Yudha Prastianto
Sumber   : www.pssi.org

Parma Seperti Kapal Titanic

By Bolatotal
 
 
23Atalanta+BC+v+Parma+FC+Serie+A+zp8tt5GF0qKl.jpg

Manajer tim Parma, Sandro Meli mengungkapkan pernyataan yang cukup unik untuk menggambarkan situasi Parma di satu musim ini dengan menyamakannya dengan kisah tragedi kapal Titanic. Parma sendiri memang sedang diambang kebangkrutan saat ini dan bukan tidak mungkin mereka akan tenggelam ke divisi terbawah di musim panas nanti.

“Saya sadar bahwa kisah kami seperti kapal Titanic. Di dek atas adalah bagian dek kelas satu, indah, mengkilau dan banyak orang menari seperti [Eks Presiden klub Tommaso] Ghirardi dan [CEO Pietro] Leonardi. Namun setelah itu ada dek kedua dan ketiga,” ujar Meli kepada Corriere Dello Sport.

“Saya pikir kami akan tenggelam setelah bencana pertama yang kami hadapi. Gunung es yang menjadi bencana itu adalah lisensi UEFA. Apa anda ingat apa yang terjadi kepada Titanic setelah menabrak gunung es itu?”

“Orang-orang yang berada di dek kelas satu berhasil selamat, sementara yang lainnya harus meninggal. Dan jelas sang kapten, orang yang memiliki jenggot itu juga harus ikut tenggelam bersama kapalnya. Siapa yang cocok memerankan kapten itu di sini? Donadoni tentunya.”

“Sejak 15 November, sepakbola sudah usai untuk Parma. Sejak Ghirardi mengatakan kepada kami bahwa dia tidak akan mengeluarkan uang sepeser pun dari kantongnya untuk klub, kami tidak lagi berbicara mengenai sepakbola.”

“Tim masuk ke lapangan namun isi kepala mereka memikirkan hal lain. Anda tidak bisa memenangi laga dengan situasi seperti itu. Saya berharap manajemen baru bisa membayar gaji ke orang yang bekerja kepada mereka. Karena jujur saya tidak tertarik dengan hal lain.”

“Jika saya menjadi Ghirardi. Saya akan memikirkan orang-orang yang saya sengsarakan hidupnya saat ini. Terakhir saya menikmati gaji saya di bulan Juli, tidak ada bonus, hanya gaji saja sama seperti yang diterima Donadoni dan tim. Istri saya yang bekerja di klub juga tidak digaji sejak Desember 2013 lalu.”

Oleh: Mahatma D. Putra
Sumber:football-italia.net
Foto:zimbio.com

90 Detik, 10 Pemain, Dan 1 Gol

By Bolatotal
 
 
17_68969850_8752259.jpg

Kompetisi Liga Skotlandia mungkin tidak seterkenal kompetisi benua biru lainnya seperti Premier League ataupun La Liga dan Serie A. Terlebih ketika Liga Skotlandia membahas mengenai tim yang hanya berlaga di kasta kedua, Hibernian versus Dumbarton. Akan tetapi, video di bawah ini mungkin cukup membuktikan bahwa tidak selamanya kompetisi Skotlandia membosankan untuk disaksikan.

Terdegradasi dari kompetisi tertinggi Skotlandia, Hibernian menyuguhkan sepakbola yang menarik, kala mengalahkan Dumbarton, akhir pekan lalu dengan skor 3-0. Satu dari 3 gol tersebut bahkan dicetak setelah diawali melalui umpan-umpan pendek yang memaksimalkan 10 pemain non-kiper, yang mungkin akan membuat Pep Guardiola berdecak kagum.

Sebelum Dominique Malonga, striker asal Republik Kongo mencetak gol untuk timnya, 10 pemain Hibs, turut berkontribusi dalam penguasaan bola sepanjang 90 detik, dan berakhir dengan sebuah gol deflect ke gawang Dumbarton.

Oleh: @Mirwann7
Sumber: 101greatgoals.com
Foto: BBC