By Bolatotal,
Oleh : Aun Rahman
Jika ada yang bertanya kepada saya mana
yang lebih bagus, tesis saya atau semua artikel sepakbola yang sudah
pernah saya buat, maka saya akan dengan cepat menjawab, bahkan mungkin
dengan lantang, bahwa tulisan-tulisan saya yang beredar di panel
olahraga online lah yang terbaik.
Mengapa saya akan memeberikan Jawaban
demikan? Hal tersebut dikarenakan, semua artikel sepakbola yang pernah
saya kerjakan dapat dinikmati banyak orang, akses untuk membacanya pun
tidak terlalu sulit. (Harapan saya) setiap tulisannya dapat menjangkau
setiap kalangan, mulai dari yang biasa nongkrong di retail kopi elit
asal Amerika Serikat sampai dengan warung kopi di perempatan jalan.
Sementara tesis atau karya ilmiah saya,
lebih terbatas. Bukan hanya dari ide pokoknya hanya bisa dipahami
kalangan yang memang sama-sama mendalami ilmu dan pengetahuan yang saya
dalami. Tetapi juga tujuan utamanya adalah untuk memenuhi syarat
penyelesaian tingkat pendidikan saya. Dari segi akses tentunya lebih
sulit, karena hard copy-nya tersimpan di perpustakaan kampus saya, yang mana tidak setiap orang bisa dengan mudah membacanya.
Padahal idealnya bahkan seharusnya,
setiap karya ilmiah atau tesis tujuan besarnya adalah untuk manfaat bagi
orang banyak, bagi masyarakat sekitar, bagi negara.
Hal itu mungkin yang terjadi saat ini di
sepakbola Indonesia. Sepakbola negeri ini sudah lama sekali agak sulit
dinikmati seluruh warganya. Mulai dari yg sederhana saja. secara praktis
lapangan sepakbola di Indonesia memiliki biaya sewa yang cukup mahal,
adapun ruang publik yang disediakan untuk bermain sepakbola terhitung
sedikit bahkan ruang tersebut bukan untuk bermain sepakbola, tetapi
untuk bermain futsal ataupun mini soccer.
Belum lagi tiket menonton pertandingan
yang fluktuatif, lalu siaran pertandingan yang hanya menyiarkan tim-tim
tertentu. Dan yang paling krusial, salah satu tanda bahwa sepakbola
Indonesia hanya dapat dinikmati oleh pihak-pihak tertentu adalah, sepak
terjang asosiasi sepakbola tanah air tercinta yaitu PSSI.
Dalam hampir beberapa pekan terakhir,
kita dihangatkan dengan isu-isu terkait pembekuan asosiasi sepakbola
negara kita ini. Ada yang pro ada yang kontra, masing-masing memilki
alasan kuat untuk berdiri di sisi pilihannya. Saya tidak akan membahas
tentang kronologisnya karena sudah banyak sekali diulas di media online
ataupun cetak. Dan tentunya saya tidak akan membahas mengenai pernyataan
salah satu komite eksekutif PSSI yang menyebutkan bahwa pembekuan
asosiasi sepakbola negara kita akan berpengaruh kepada akan sulitnya
kita untuk mendapatkan tayangan sepakbola Eropa. Jadi mari kita mulai
dengan beberapa pertanyaan sederhana.
“Berapa banyak rakyat Indonesia yang mengetahui kalau PSSI adalah organisasi non-pemerintah?”
“Berapa banyak rakyat Indonesia yang mengetahui bahwa sumber dana PSSI berasal dari sponsor, bukan dari uang negara/APBN?”
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di
atas mungkin hanya diketahui oleh sebagian rakyat Indonesia saja, bahkan
hanya kalangan-kalangan tertentu. Padahal dari singkatan saja kata
terakhir dari PSSI adalah INDONESIA, bukan kata lain yang merujuk
golongan atau kelompok tertentu.
Maka akan menjadi sangat wajar ketika
Kementerian Olahraga Republik Indonesia memutuskan untuk melakukan
pembekuan terhadap PSSI, karena ada kata ‘Indonesia’ yang membuat
organisasi ini menjadi bagian dari negara yang berdaulat. Walaupun di
sisi lain PSSI tetap bersikeras bahwa mereka berada di bawah kedaulatan
FIFA.
Jargon Football for Everyone
yang didengungkan oleh FIFA sendiri menunjukan bahwa sepakbola bersifat
universal, untuk semua kalangan. Termasuk sepakbola Indonesia yang
seharusnya bisa lebih transparan dan dapat dinikmati semua kalangan. Dan
yang lebih penting lagi, sepakbola Indonesia harusnya memberikan
kesenangan bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya sebagian kecil
kelompok saja.
Sepakbola memberikan kesenangan bagi setiap orang, merupakan sesuatu yang sederhana bukan?
Foto: Tempo.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar